Gairah Seksual Menurun Pascamelahirkan?

Foto: Corbis

MANAKALA baby blues tidak bisa dihindari, terkadang muncul ketidaknyamanan lain yang bersumber dari rasa tidak percaya diri akibat perubahan fisik pascamelahirkan. Sebut saja jerawat, stretch mark, atau bentuk tubuh yang tidak lagi ideal alias kegemukan. Walau tak seberapa signifikan, bagi wanita yang sangat peduli pada penampilan, kondisi tersebut bisa mengganggu.

Terkait perubahan hormonal, ibu yang baru melahirkan dan menyusui terkadang mengalami penurunan gairah seksual. Menurut psikolog dari Universitas Tarumanegara, Heni Wirawan MHum Psi, hal tersebut normal disebabkan adanya perubahan hormon, perubahan jam tidur, dan kesibukan mengurus anak yang baru dilahirkan.

"Kegiatan-kegiatan baru tersebut akan menyebabkan kelelahan tersendiri sehingga menyebabkan penurunan hasrat untuk melakukan hubungan seksual," ujarnya.

Dia menjelaskan, akibat transformasi peran istri sebagai ibu, terkadang istri tidak mempunyai pikiran untuk berhubungan seksual. Sebagai suami yang bijaksana, hendaknya memaklumi keadaan istri jika dalam kondisi demikian.

"Sebaiknya pasutri (pasangan suami-istri) berkomunikasi seperti menyatakan keinginan suami, mendengarkan keluhan yang dirasakan istri serta mencari jalan tengah yang terbaik untuk berdua," ujarnya.

Lebih jauh dikemukakan Heni, kalaupun hubungan intim tidak sampai terjadi penetrasi, pasutri bisa melakukannya dengan cara lain seperti sentuhan, pelukan, ciuman atau aktivitas-aktivitas lain yang tidak terlalu menguras energi istri. "Aktivitas tersebut setidaknya dapat menimbulkan kenyamanan dan kepuasan walau tidak sampai terjadi ejakulasi," tuturnya.

Dilihat dari segi kesehatan, hubungan intim sebaiknya dilakukan setelah 40 hari sesudah melahirkan (setelah selesai masa nifas istri). Suami tidak boleh terlalu memaksakan kondisi istri, apalagi jika istri melahirkan dengan cara normal.

"Organ reproduksi wanita tentu membutuhkan pemulihan, jadi terdapat jeda. Suami juga memaklumi keadaan istri dengan menyalurkan aktivitas seksualnya dengan cara lain tanpa harus ada penetrasi penis ke vagina," katanya.

Untuk lebih memahami kondisi istri, suami dapat melakukan konsultasi dengan ahli ginekologi. "Suami dapat menanyakan ke ahli kandungan istrinya kapan bisa berhubungan sehingga semakin terbuka wawasan, tidak hanya marah-marah dan menyalahkan istri," sarannya.

Untuk para istri, sebaiknya tidak serta-merta menolak. Katakan dengan sikap dan tutur kata yang manis sehingga penolakan itu tidak menyinggung perasaan suami. "Misalnya, istri membutuhkan stimulasi yang lebih atau keinginan untuk beristirahat terlebih dahulu," saran Heni.
(sindo//tty)

Artikel yang Berhubungan